Ada ungkapan yang mengatakan :
مَنْ أَحَبَّ شَيْئًا فَهُوَ عَبْدُهُ .
Artinya : Barangsiapa cinta kepada sesuatu, maka dia
menjadi abdinya.
Rupa-rupanya ungkapan itu benar juga. Orang yang sedang dimabuk cinta akan tunduk dan
taat kepada yang dicintainya. Diperintah
apapun oleh yang tercinta, pasti mau melaksanakannya. Demikian juga larangannya
akan ditinggalkannya demi yang tercinta
itu. Bahkan kadang-kadang orang berani berdusta demi
mengabdi kepada cinta. Memanglah rupa-rupanya
cinta itu bagaikan raja yang ia
adalah segalanya yang ia boleh berbuat tetapi tidak boleh salah. Siang selalu terbayang, dan malam menjadi
buah mimpi. Setia apel pagi dan sore
demi untuk yang tercinta. Jalan
terjal, lokasi jauh, hujan mengguyur dan petirpun menyambar, demi mengabdi cinta, maka ditempuhnya juga. Itulah cinta ! Bahkan cinta akan meronta apabila dengan tiba-tiba dipenggal lajunya dengan
ucapan : Putuskan cintamu ! Sebab jika cinta macam ini terjadi pada
siswa atau maha siswa akan menjadikan gagal sekolahnya atau kuliahnya, dan
suram masa depannya. Dan bila terjadi
pada orang yang sudah berumah tangga
akan menjadikan berantakan rumah tangganya dan turun kewibawaannya dihadapan
anak cucunya dan masyarakatnya.
Cinta itu memang nikmat, tetapi penyakit. Penyakit, tetapi nikmat. Itulah kira-kira
tuduhan terhadap cinta. Cinta menerpa
manuisia tanpa pandang usia.
Memang Alloh jugalah yang membuat cinta bagi setiap
makhluq yang bernyawa. Cinta bisa benar, dan cinta bisa salah tergantung niatan
orang yang bermain cinta dan sasaran cintanya.
Percintaan muda-mudi yang tidak
terkendali akan menjadikan masing-masing
menderita rugi. Tak ketinggalan percintaan manula yang biasanya disebut
perselingkuhan akan mengantarkan rumah
tangganya menjadi berantakan dan bahkan bisa ambyar berderai.
Dibalik cinta
yang dikatakan nikmat tetapi penyakit, dan penyakit tetapi nikmat,
ternyata Alloh Yang Kuasa, lewat lisan
Nabi utusan-Nya, Muhammad s.a.w.
memberikan petunjuk tentang cinta yang selamanya akan terasa manis dan
nikmat, bahkan dijamin pasti akan selalu
mengantar orang yang menaruh cinta
itu kepada kehidupan yang membahagiakan
dan mensejahterakannya, sebagaimana
petunjuk Nabi berikut ini :
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ
فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَاْلاِيْمَانِ : أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ
اِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لاَيُحِبُّهُ اِلاَّ لِلَّهِ
وَاَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَفِى الْكُفْرِ بَعْدَأَنْ
أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا
يَكْرَهَ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ . ( رواه البخاري ومسلم).
Artinya : Ada tiga perkara, barangsiapa
memiliki tiga perkara itu dia bisa merasakan manisnya iman, yaitu : Alloh dan
Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya, dia mencintai seseorang
hanya karena Alloh, dan dia benci kembali kepada kekafiran
setelah Alloh menyelamatkan dari kekafirannya sebagaimana dia tidak suka
dilemparkan kedalam neraka. (H.R. Bukhori dan Muslim).-
Sabda Nabi tersebut itu memberi petunjuk
dengan tegas dan pasti kepada
siapasaja orangnya yang mau menyalurkan cintanya kepada sasaran yang dijamin
menguntungkan dan membahagiakan, yaitu :
1.
Cinta kepada Alloh dan Rasul-Nya harus
melebihi cintanya kepada selain keduanya.
Artinya rela mengorbankan kemauan
nafsu demi yang tercinta, yaitu melaksanakan perintah Alloh dan Rasul-nya,
serta menjauhi larangan dari keduanya.
2.
Bila cinta kepada seseorang, maka cintanya
hanya karena Alloh, dijalan Alloh dan menuju ridlo Alloh, bukan cinta hampa yang tidak menguntungkan dunia-akheratnya dan bahkan mungkin membawa petaka.
3.
Bersikap hati-hati dalam bertingkah laku
supaya selamat dari terjerumus kedalam lubang kemusyrikan dan kemurtadan yang
tiada terasa. Kita ingat bahwa
Rasululloh s.a.w. sudah menjelaskan
tentang adanya orang islam yang sebenarnya islamnya sudah keluar dari dirinya
seperti keluarnya rambut dari tepung,
karena halusnya dan lembutnya sehingga
tiada terasa, yaitu pelaku bid'ah yang tiada berhenti sampai maut
menjemputnya.
Cinta dan tidak cinta terhadap yang tersebut diatas
itulah yang Nabi maksudkan sebagai jembatan untuk memperoleh “halawatul iman” , yakni iman yang manis,
iman yang hakiki, iman yang mantap, bukan iman palsu dan bukan iman yang
ragu-ragu. Alangkan indahnya, dan
alangkah bahagianya bagi orang yang diberi oleh Alloh dapat merasakan manisnya iman. Firman Alloh :
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اَمَنُوُا
بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
فِى سَبِيْلِ اللهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُوْنَ.(
49 الحجرات : 15).-
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
hanyalah orang-orang yang beriman kepada
Alloh dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan (dibuktikan)
dengan jihad (berjuang / beramal usaha) dengan harta dan jiwa mereka dijalan
Alloh; mereka itulah orang-orang yang
benar-benar beriman. (Q.S. 49 Al Hujurat : 15).-
Orang beriman yang cintanya kepada Alloh dan
Rasul-Nya melebihi cintanya selain
kepada keduanya itulah cinta yang akan
mengantar si mukmin bisa membuktikannya dengan
jihad / berjuang dijalan
Alloh. Rasululloh s.a.w. berpesan :
قُلْ : اَمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
! (رواه البخاري ومسلم).-
Artinya : Katakanlah
( olehmu Muhammad ) : “Aku iman kepada
Alloh, kemudian istiqomahlah / mantaplah
!” (H.R. Bukhori dan Muslim).-