Wednesday, November 30, 2011

Manisnya Iman Karena Cinta




Ada ungkapan yang mengatakan :
مَنْ أَحَبَّ شَيْئًا فَهُوَ عَبْدُهُ .
Artinya :  Barangsiapa cinta kepada sesuatu, maka dia menjadi abdinya.

Rupa-rupanya ungkapan  itu benar juga.  Orang yang sedang dimabuk cinta akan tunduk dan taat kepada yang dicintainya.  Diperintah apapun oleh yang tercinta, pasti mau melaksanakannya. Demikian juga larangannya akan ditinggalkannya  demi  yang tercinta  itu.   Bahkan  kadang-kadang orang berani berdusta demi mengabdi kepada cinta.  Memanglah  rupa-rupanya  cinta itu  bagaikan raja yang ia adalah segalanya yang ia boleh berbuat tetapi tidak boleh salah.  Siang selalu terbayang, dan malam menjadi buah mimpi.   Setia apel pagi dan sore demi untuk yang tercinta.    Jalan terjal,  lokasi jauh,  hujan mengguyur dan petirpun menyambar,  demi mengabdi cinta,  maka ditempuhnya juga.   Itulah cinta !  Bahkan cinta akan meronta apabila  dengan tiba-tiba dipenggal lajunya dengan ucapan : Putuskan cintamu ! Sebab jika cinta macam ini terjadi pada siswa atau maha siswa akan menjadikan gagal sekolahnya atau kuliahnya, dan suram masa depannya.  Dan bila terjadi pada  orang yang sudah berumah tangga akan menjadikan berantakan rumah tangganya dan turun kewibawaannya dihadapan anak cucunya dan masyarakatnya.
Cinta itu memang nikmat,  tetapi penyakit.  Penyakit, tetapi nikmat. Itulah kira-kira tuduhan terhadap cinta.  Cinta menerpa manuisia tanpa pandang usia.

Memang Alloh jugalah yang membuat cinta bagi setiap makhluq yang bernyawa. Cinta bisa benar, dan cinta bisa salah tergantung niatan orang yang bermain cinta dan sasaran cintanya.   Percintaan muda-mudi yang tidak  terkendali akan menjadikan  masing-masing menderita rugi.  Tak ketinggalan  percintaan manula yang biasanya disebut perselingkuhan akan mengantarkan  rumah tangganya menjadi berantakan dan bahkan bisa ambyar berderai.

Dibalik cinta  yang dikatakan nikmat tetapi penyakit, dan penyakit tetapi nikmat, ternyata Alloh Yang Kuasa,  lewat lisan Nabi utusan-Nya, Muhammad s.a.w.  memberikan petunjuk tentang cinta yang selamanya akan terasa manis dan nikmat, bahkan  dijamin pasti akan selalu mengantar orang yang  menaruh cinta itu  kepada kehidupan yang membahagiakan dan mensejahterakannya,  sebagaimana petunjuk  Nabi berikut ini :

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَاْلاِيْمَانِ : أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لاَيُحِبُّهُ اِلاَّ لِلَّهِ وَاَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَفِى الْكُفْرِ بَعْدَأَنْ 
 أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهَ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ . ( رواه البخاري  ومسلم).

Artinya : Ada tiga perkara, barangsiapa memiliki tiga perkara itu dia bisa merasakan manisnya iman, yaitu : Alloh dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya, dia mencintai seseorang hanya karena  Alloh,  dan dia benci kembali kepada kekafiran setelah Alloh menyelamatkan dari kekafirannya sebagaimana dia tidak suka dilemparkan kedalam neraka. (H.R. Bukhori dan Muslim).-

Sabda Nabi tersebut itu memberi  petunjuk  dengan tegas dan pasti  kepada siapasaja orangnya yang mau menyalurkan cintanya kepada sasaran yang dijamin menguntungkan dan membahagiakan, yaitu  :

1.      Cinta kepada Alloh dan Rasul-Nya harus melebihi cintanya kepada selain keduanya.  Artinya  rela mengorbankan kemauan nafsu demi yang tercinta, yaitu melaksanakan perintah Alloh dan Rasul-nya, serta menjauhi larangan dari keduanya.
2.      Bila cinta kepada seseorang, maka cintanya hanya karena Alloh, dijalan Alloh dan menuju ridlo Alloh,  bukan cinta hampa yang tidak menguntungkan dunia-akheratnya  dan bahkan mungkin membawa petaka.
3.      Bersikap hati-hati dalam bertingkah laku supaya selamat dari terjerumus kedalam lubang kemusyrikan dan kemurtadan yang tiada terasa. Kita ingat  bahwa Rasululloh s.a.w.  sudah menjelaskan tentang adanya orang islam yang sebenarnya islamnya sudah keluar dari dirinya seperti keluarnya rambut dari tepung,  karena halusnya dan lembutnya sehingga  tiada terasa, yaitu pelaku bid'ah yang tiada berhenti sampai maut menjemputnya.

Cinta dan tidak cinta terhadap yang tersebut diatas itulah yang Nabi maksudkan sebagai jembatan untuk memperoleh  “halawatul iman” , yakni iman yang manis, iman yang hakiki, iman yang mantap, bukan iman palsu dan bukan iman yang ragu-ragu.  Alangkan indahnya, dan alangkah bahagianya bagi orang yang diberi oleh Alloh  dapat merasakan manisnya iman.   Firman Alloh :

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اَمَنُوُا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُوْنَ.( 49 الحجرات : 15).-

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada  Alloh dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan (dibuktikan) dengan jihad (berjuang / beramal usaha) dengan harta dan jiwa mereka dijalan Alloh; mereka itulah orang-orang yang  benar-benar beriman. (Q.S. 49 Al Hujurat : 15).-

Orang beriman yang cintanya kepada Alloh dan Rasul-Nya  melebihi cintanya selain kepada keduanya itulah  cinta yang akan mengantar si mukmin bisa membuktikannya dengan  jihad / berjuang  dijalan Alloh.      Rasululloh s.a.w. berpesan :

قُلْ : اَمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ ! (رواه البخاري ومسلم).-

Artinya :  Katakanlah ( olehmu Muhammad ) :  “Aku iman kepada Alloh, kemudian  istiqomahlah / mantaplah !” (H.R. Bukhori dan Muslim).-