Saturday, August 13, 2011

Berhala Atas Nama Cinta


BERHALA ATAS NAMA CINTA

Berhala adalah sesuatu yang dipuja-puja, didewakan, dan diikuti semua kemauannya.

Sikap memuja, mendewakan, mengikuti semua kemauan itu akibat dari rasa cinta yang ada dalam hati seseorang terhadap sesuatu. Cinta memang kadang-kadang membutakan mata dan juga mata hati seseorang. Karena saking cintanya bisa membuat orang mau melakukan apa saja.

Pada zaman dahulu yang disebut berhala adalah patung yang merupakan perwujudan dari orang-orang shalih dari kalangan mereka yang telah meninggal dunia. Mereka membuat patung itu untuk menghormati mereka. Namun lama kelamaan patung itupun mereka sembah karena rasa hormat dan cinta mereka kepada para pendahulunya yang shalih-shalih itu.

Pada masa sekarang ini, yang namanya berhala tidak mesti berwujud patung yang disembah. Penyembahan yang dilakukan tidak mesti berupa ritual-ritual tertentu. Namun penyembahan terhadap berhala-berhala pada masa sekarang ini adalah bentuk penghormatan yang berlebihan, rasa cinta yang berlebihan yang melebihi rasa hormat dan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Ketika kita menghormati orang yang pintar, sehingga ia menganggap apa yang dikatakan oleh orang yang pintar itu selalu benar, apapun perkataan orang yang pintar itu selalu kita terima tanpa disaring dulu dengan pendapat otak dan hati kita, maka kita sudah jatuh dalam penyembahan terhadap orang itu. Artinya orang yang pintar itu telah menjadi BERHALA bagi kita.

Begitu pula denga rasa cinta kita kepada orang lain atau sesuatu. Bila besarnya rasa cinta kita kepada sesuatu atau orang lain itu melebihi rasa cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesuatu atau orang lain yang kita cintai itu telah menjadi BERHALA bagi kita.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى

أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ » (مسلم : كتاب الإيمان  (1) باب وُجُوبِ 

مَحَبَّةِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- (18) : 178)

Dari Anas bin Malik, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah beriman salah seorang dari kamu semua, sehingga aku (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dicintainya melebihi cintanya kepada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia lainnya”. (Muslim : Kitabul Iman (1) Babu Wujuubi mahabbati Rasulillahi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (18) : 178 dalam Maktabah Syamilah)

Dalam hadits ini jelas, bahwa posisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada di atas anak kita, orang tua kita dan manusia lainnya untuk kita cintai. Karena mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti mencintai Allah juga.

Kalau kita menempatkan anak-anak kita, isteri-isteri kita, orang tua kita, atau siapapun itu di atas posisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita cintai, maka bisa dikatakan bahwa mereka adalah BERHALA bagi kita. Bahkan kita membenci seseorang yang dibenci oleh isteri kita misalnya, padahal kita tidak tahu atas alasan apa kita membencinya, kita benci hanya karena isteri kita benci tanpa tahu sebab musababnya, maka kita telah menempatkan isteri kita menjadi BERHALA.

Mari kita simak dialog dalam sebuah keluarga berikut ini :
Isteri  : “Yah... Ayah, gini Yah. Ayah khan sudah 5 tahun jadi manajer di perusahaan. Teman-teman seangkatan Ayah, sama-sama manajer, mereka sudah pada punya mobil bagus-bagus lho Yah!
Suami : “Memang kenapa sih Bu ?”
Isteri  : “Yaaaa.. kalau punya mobil khan enak Yah. Kita nggak usah susah-susah kalau mau pergi ke tempat saudara di wilayah lain”.
Suami : “Lho... khan sudah ada angkutan umum to Bu ?”
Isteri  : “Iya. Tapi khan sumpek harus berdesak-desakan dalam angkutan. Masa sih, Ayah nggak bisa beli mobil. Teman-teman Ayah saja sudah pada punya mobil bagus gitu kok”.
Suami : “Ya sabar to Bu. Nanti kalau duitnya sudah ngumpul, kita beli mobil baru dan bagus”.
Isteri  : “Sabar, sabar, sabaaar terus. Kapan duitnya ngumpul ? Kapan kita punya mobil kalau disuruh sabar terus ? Ayah khan seorang manajer. Teman-teman Ayah yang seangkatan dengan Ayah, yang mereka sudah punya mobil bagus, mereka juga manajer, sama dengan Ayah. Masa mereka bisa, Ayah nggak bisa seperti mereka ?”

Itulah protes seorang isteri terhadap suaminya. Sang suami pun terdiam. Ia sangat mencintai isterinya. Hatinya galau ketika diprotes oleh isterinya. Kemudian ia berfikir tentang dirinya dan jabatannya sebagai seorang manajer dalam sebuah perusahaan. Ia menyadari bahwa ia mempunyai kewenangan yang bisa ia gunakan untuk membuat sebuah kebijakan yang bisa menguntungkan dirinya sendiri. Ia juga melihat bahwa teman-temannya sesama manajer juga memanfaatkan jabatan mereka sebagai manajer untuk menguntungkan diri mereka sendiri. Hatinya masih risau, karena bertentangan dengan hati nuraninya. Namun ketika berkali-kali sang isteri selalu menanyakan hal yang sama, maka walaupun dengan berat hati, ia menjadi seperti teman-temannya sesama manajer yang memanfaatkan jabatannya untuk keuntungan sendiri.

Saat itulah, ketika ia sudah memanfaatkan jabatannya untuk keuntungan diri sendiri demi bisa memenuhi keinginan sang isteri yang sangat dicintainya, maka ia telah menjadikan isterinya menjadi BERHALA. Ya... berhala, BERHALA ATAS NAMA CINTA ! Maka hati-hatilah terhadap orang-orang yang kita cintai ! Jangan-jangan mereka menjadi berhala bagi kita.

Memang tidak harus jadi seorang manajer untuk menjadikan isteri sebagai berhala. Apapun profesinya, apapun pekerjaannya dan apapun kedudukannya  bisa menempatkan sang isteri atau anak atau siapapun yang dicintainya menjadi berhala bagi dirinya. Ketika seseorang berusaha menyenangkan orang-orang yang dicintainya dengan menggunakan segala cara sampai berani melanggar larangan-larangan Allah, maka pada saat itulah orang-orang yang dicintainya itu ditempatkan sebagai berhala bagi dirinya.

Pada saat ini, telah muncul berhala-berhala baru. Pada era multi partai saat ini, partai telah menjadi berhala baru bagi sebagian anggota partai itu. Dalam kampanye, tak jarang terjadi gontok-gontokan, adu mulut saling menjatuhkan yang kesemuanya itu hanya didasari dengan rasa fanatik terhadap golongannya. Mereka menganggap bahwa golongannya adalah golongan yang paling baik dan paling benar. Bahkan beberapa anggota partai atau golongan itu membenci partai atau golongan lainnya hanya karena pemimpinnya tidak suka atau benci dengan partai lain atau golongan lain tersebut.

Kemudian fenomena yang tidak kalah menariknya adalah fenomena dukung mendukung terhadap calon pemimpin daerah. Entah itu gubernur, bupati atau wali kota, camat , lurah atau kepala desa, ketua RW bahkan ketua RT. Persaingan antar calon pemimpin daerah telah menjadikan para pendukung-nya pun juga ikut bersaing. Karena untuk membuat calon yang didukungnya bisa terpilih dalam pemilihan nanti, tidak jarang dalam kampanye, mereka menjelek-jelekkan orang yang menjadi saingan orang yang didukungnya. Karena tidak terima, maka calon yang dijelek-jelekkan dan para pendukungnya membalas dengan kampanye yang sama jeleknya pula. Sehingga yang terjadi selanjutnya adalah bentrok fisik antar kedua pendukung. Runtuhnya kerukunan hidup, runtuhnya kebersamaan, dan tercerai berainya persaudaraan karena rasa fanatik yang berlebihan terhadap golongannya atau karena rasa cinta terhadap orang yang didukungnya yang berlebihan, telah menjadikan golongan atau partai atau orang-orang yang didukungnya itu menjadi berhala bagi para anggotanya atau para pendukungnya.

Rasa cinta yang berlebihan terhadap sesuatu memang bisa membahayakan keimanan kita. Apapun itu, kalau kita mencintainya melebihi rasa cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesuatu yang kita cintai itu telah menjadi berhala bagi kita. Memang kita tidak menyembahnya dengan upacara khusus, tetapi jika demi yang kita cintai, kita berani melanggar larangan Allah dan Rasul-Nya, berarti kita mencintai sesuatu itu melebihi cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya.